Gadis berparas cantik itu bernama Naina, tenggelam dalam kegelapan yang tak kunjung menentramkan jiwanya. hanyut dalam derasnya perjuangan untuk mendapatkan kasih sayang ibunda.
Gadis itu tengah berbaring di hamparan rumput di belakang rumah bergaya eropa itu.
"Naina....." tegur ibunya
Naina tertegun dengan panggilan ibunya. Baru saja ia bermimpi untuk melanjutkan sekolahnya ke SMA favorit, lalu mimpi itu sirna dalam sekejap.
"Iya, bu" Naina berjalan kedalam rumahnya.
lagi, lagi, dan lagi ibu naina memarahi naina, kali ini ibunya marah karena naina lupa membelikan adiknya sebuah pena yang sangat suka dipegangnya.
"Apakah kamu pikir karena adikmu buta, lantas kau tak mempedulikannya?"desah ibu
"Ibu, aku sangat mempedulikan Riana hanya saja aku lupa membeli penanya"
"ah, bilang saja kamu tak mau. memang adikmu buta, memang adikmu bisu. tapi ada satu hal yang perlu kamu tahu ia tetap anak ibu, saudara kamu"
"Ibu, sudah berkali-kali aku katakan aku sangat menyayang Riana"
belakangan ini, ibu Naina sangat sensitif. kedua anaknya kini mulai beranjak dewasa, naina yang semakin tampak sempurna di mata orang lain dengan prestasi dan kecantikannya sementara riana yang semakin terpuruk dengan keadaannya. sungguh ibunya takut jika suatu saat naina akan melupakan dan meremehkan riana, adiknya.
Naina duduk ditempat tidurnya bersama Riana.
"Riana, suatu saat aku ingin memperlihatkan betapa indahnya dunia ini padamu"
setelah berkata seperti itu, Naina ingin mengdengar jawaban dari riana, dalam hatinya ia ingin riana mengucapkan sesuatu.
"Riana suatu saat aku ingin memperlihatkan padamu, betapa indahnya ketika matahari terbenam. betapa indahnya rumah ini, dunia ini, laut disana, taman bougenville. riana apakah kau mendengarku? katakan sesuatu kumohon" desah Naina
tak ada respon. Riana sudah lama tak dapat bicara. Seumur hidup, riana mendapatkan sangat sedikit teman. naina adalah kakak sekaligus teman yang paling akrab untuk riana. Hal yang begitu menyenangkan ketika teman naina datang kerumahnya untuk menghiburnya.
Waktu itu beberapa teman Naina datang kerumah naina untuk kerja kelompok. Naina tak pernah malu mengakkui adiknya, bahkan didepan teman-temannya, naina selalu memuji adiknya.
“itu dia, asikku. Kalian melihatnya” ucap Naina dengan senyuman mereka
“Dia sangat cantikkan, dia juga pintar”kata naina
Riana senang dengan kedatangan teman-teman Naina.
Namun semua kesenangan itu sirna. Ketika ibu Naina datang. Ibu Naina berprasangka buruk pada Naina, ia beranggapan bahwa naina hanya ingin mepermalukan adikknya dihadapan teman-temannya. Teman-teman Naina di usir pulang oleh ibunya.
“ibu aku tidak bermaksud demikian, aku hanya ingin riana bahagia,” ucap Naina dengan lirih
“alah... Ibu yakin kau hanya ingin menjadikan adikmu olok-olokan”balas ibu
Ibu kemudian memukul anaknya ini, ia menampar anaknya ini. hingga Naina berlari ke kamarnya. Jika Riana dapat berbicara ingin rasanya ia berteriak memohon agar ibunya tak memukul Naina untuk kesekian kalinya.
Malam hari dikamar kedua orang tuanya.
“ayah..kita harus fokus pada penyembuhan riana. Sebaiknya Naina kita kirim ke rumah ibu di kampung” ucap ibu naina
Tanpa sengaja naina yang berniat untuk mengambil air minum di dapur mendengar percakapan kedua orang tuanya itu. Terasa sangat miris, hati Naina ibarat tersayat.
“tidak boleh, itu sama saja ibu ingin menyingkirkan Naina” kata Ayah naina dengan tegas
“iya. Karena anak itu mengingatkanku pada selingkuhanmu... yang telah meninggal, masih untung dia aku rawat. Tapi, apa balasannya ia selalu membuat riana terpojok”
“Ibu..”ucap ayah dengan lantang
Naina sangat shock mendengar perkataan ibunya. Naina mengurungkan niatnya untuk mengambil air minum, air mata naina berlinang. Ia berlari sekencangnya menuju kamar tidurnya bersama riana.
“jadi selama ini........”ucap naina
“Riana, kakak mau pergi yah! Kakak harap kamu baik-baik saja disini yah!” ucap naina dengan lirih, ia memeluk adik satu-satunya yang ia miliki itu.
To be continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar